MAPALA ZENITH
Mahasiswa Pencinta Alam Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional
Sabtu, 13 Oktober 2012
Rabu, 10 Oktober 2012
RAFTING : Sungai Elo ,Magelang bersama MAPALA POLTEKKES YOGYAKARTA
Kami mengucapkan Terimakasih sebesar-besarnya kepada rekan-rekan dari Mapala Poltekkes Yogyakarta yang mengizinkan kami untuk turut serta dalam kegiatan rafting di Sungai Elo, Magelang (7/10/12). Semoga menambah erat hubungan silaturahim dan kedepan bisa melakukan kegiatan bersama. Salam Lestari sahabat Alam.
Brefing sebelum pengarungan |
Tim STPN terbawa arus |
Salah Satu Tim Mapapy |
Selow..selow... |
Bersama Mapapy |
Zenith dan Mapapy |
Sabtu, 23 Juni 2012
MAPALA ,Masyarakat dan Pertanahan
Kemarin dulu saya berjalan-jalan menyusuri kota kelahiran Pacitan yang terletak di pesisir pantai selatan ujung barat jawa timur. Iseng saja ingin jalan-jalan tak jelas sambil mencari suasana baru dan berkenalan dengan orang-orang baru.Tersebutlah sebuah pantai yang letaknya cukup terpencil menjadi tujuan saya kali ini. Pantai Buyutan namanya. Disini saya tidak akan membahas tentang catatan perjalanannya, tapi lebih pada kenyataan bahwa ada sekelompok masyarakat yang sedang bertahan hidup di sebuah desa yang terpencil.
Saat saya memasuki desa dimana letak pantai itu berada, ternyata sebagian besar penduduknya adalah petani. Bisa dibayangkan bagaimana sekelompok masyarakat pesisir yang bertani di kawasan karst atau batauan kapur,tentu memerlukan perjuangan yang sangat berat. Namun keadaannya tidak begitu.,di dekat pantai yang sangat indah itu terhampar sawah mereka yang begitu hijau. Saya heran betapa kerasnya niat penduduk untuk menciptakan pertanian seperti ini. Yang saya takutkan,bagaimana sistem ini akan hancur jika sudah masuk industrialisasi pariwisata. Lahan pertanian itu akan berubah menjadi bungalow,hotel,restoran. Apakah itu menguntungkan masyarakat ? Belum tentu,karena kebanyakan sebuah sistem industri justru akan manggusur masyarakat asli dan mendatang SDM yang lebih profesional dari luar.
Lihat, Hal seperti ini,pemikiran seperti ini tidak akan pernah saya dapatkan jika saya tidak "iseng" jalan-jalan karena kecintaan pada indahnya alam. Kenyataan itu tidak akan terlihat jika saya hanya berkutat dengan modul kuliah,mendengar teori,dan berdebat tak berujung pangkal. Permasalahan itu ada di lapangan, tidak di kampus. Mereka yang mengeluh karena kehilangan lahan, mereka yang mengeluh karena sertipikatnya tak jadi jadi setelah menunggu hampir bertahun-tahun tanpa kejelasan,mereka yang takut mengurus sertipikat karena tak tau caranya, mereka yang ditipu para tengkulak mereka yang berjuang bertahan hidup dengan menjadi petani. Mereka semua masyarakat kita dan mereka ada di lapangan.
Benar apa yang dikatakan seorang dosen, " kita orang BPN harus sering jalan-jalan". Walaupun disampaikan dengan nada berseloroh akan tetapi pernyataan itu benar adanya. Senada dengan ungkapan Sir Henry Dunant " sebuah negara tak akan kehabisan pemimpin jika pemuda nya masih ada yang senang naik gunung dan melakukan kegiatan alam lainnya". Mapala adalah suatu wadah yang tepat untuk menampung sebuah konsep tersebut. Sambil menikmati alam kita memakai kacamata intelektual kita untuk melihat masyarakat secara nyata lengkap dengan permasalahannya. Setelah itu memikirkan solusi untuk mengatasinya. Sambil menikmati alam kita membersihkan hati dari niatan jahat dan segala bentuk keangkuhan serta menegaskan kembali bahwa kita adalah seorang pelayan yang membantu masyarakat. Dengan mencintai alam kita memguatkan raga untuk menjadi pekerja lapang yang tangguh,mandiri dan cekatan.
Jadi sungguh sayang jika Mapala di Kampus tercinta ini tak punya dukungan bahkan dari pihak yang katanya ingin mencetak insan pertanahan yang handal.
Sabtu, 16 Juni 2012
Pencinta atau Penakluk ?
Pencinta Alam. Mungkin banyak orang ketika mendengar nama itu terbayang orang yang suka berpetualang di alam bebas,pendaki gunung,pengarung jeram atau penyelam samudera. Yah mungkin kegiatan kepencinta alaman sering diidentikkan dengan hal hal yang berbau adventure. Entah siapa yang memulai mengaitkan kedua hal tersebut yang pada hakikatnya adalah berbeda.
Pencinta alam adalah orang yang secara sadar peduli akan lingkungan dan alam termasuk masyarakat di sekitar. Sedangkan orang yang senang melakukan "penaklukan alam " lebih cocok disebut dengan penakluk alam atau petualang dimana menjadikan alam sebagai media untuk kepuasan hasratnya. Berbeda dengan seorang pencinta alam yang menjadikan alam sebagai subjek untuk membentuk perasaan "cinta" akan keindahan alam serta berusaha untuk selalu menjaganya.
Dewasa ini banyak tumbuh klub pecinta alam di negeri ini terutama di kampus-kampus dengan Mapala nya. Akan tetapi dapat kita lihat betapa semakin sakitnya alam terbukti dengan banyak aksi vandalisme atau corat coret di gunung, sampah di pantai ataupun di sungai.
Menikmati alam tidak harus berarti merusaknya. Kita harus berterimakasih kepada alam karena memberikan izin kepada kita untuk menyentuhnya,menggapai puncak gunungnya,menyelami lautannya atau menyusuri sungainya. Sering terbayang di pikiran saya betapa indahnya menikmati alam itu secara benar. Kembali teringat masa kecil saya dimana saya dan teman-teman sering berenang di hangatnya sungai di sore hari, bermain layang-layang sambil mencium bau jerami karena habis panen dan kemudian tertiup angin senja,atau sekedar melintasi bukit belakang rumah karena ingin melihat indahnya pantai dari kejauhan. Semuanya begitu alamiah, mengalir, dan polos tanpa ada unsur gagah gagahan,congak serta sombong. Perasaan itulah yang sebenarnya ingin saya bina dalam benak dan hati saya yaitu memberlakukan alam sebagai teman sejawat tempat kita sama-sama hidup dimuka bumi dengan saling menjaga,tak menyakiti dan tak tersakiti.
Tapi ada yang aneh dengan "pencinta alam" saat ini. Puncak-puncak gunung sudah menjadi tujuan demi sebuah kebanggaan.Rekor demi rekor diukir. Lalu apa ? 7 summits ? lalu apa ? Apa akan ada yang berubah dengan indonesiamu jika kamu sudah 7 summits ? sudah menjamah puncak setiap gunung di nusantara dan di dunia ? Generasi pertama pencinta alam seperti Herman Lantang dari Mapala UI sering melontarkan nada prihatin. Beliau menegaskan bahwa yang paling penting adalah bagaimana jika kamu mencintai alam maka kamu juga tahu keadaan masyarakat dan sejak saat itu tumbuh perasaan nasionalisme yang ingin melakukan perubahan menuju bangsa yang lebih baik. Itulah tujuan Mapala generasi pertama yang tidak hanya bangga dan congak telah mencapai puncak gunung.
Dan akhirnya perlu kita renungkan bersama bahwa ternyata tujuan sebenarnya adalah mampu melihat situasi alam,masyarakat dan permasalahan-permasalahan negeri ini serta lebih jauh lagi tertanam jiwa nasionalisme guna melakukan perbaikan bagi bangsa ini. Itulah mungkin tujuan sebenarnya yaitu sesuatu yang jujur dan polos.
Sumber : NN
Sumber : NN
Selasa, 12 Juni 2012
Senin, 07 Mei 2012
Pendakian Mt. Lawu 2012
Pendakian Lawu dengan tajuk " Ngopi Ning Puncak Lawu " berhasil dilakukan.Trimakasih rekan-rekan zenith STPN. Trimakasih atas semangatnya. Trimakasih Mt. Lawu atas keindahan,keramahan dan pelajarannya ( Badai dan Hujan deras yang memaksa kami untuk melawan rasa takut). Trimakasih pada teman-teman AGL (Anak Gunung Lawu , Cemoro Kandang ) atas teh hangatnya.Hidup Mapala Zenith STPN.
Langganan:
Postingan (Atom)