Banyak orang menganggap mendaki gunung adalah kegiatan
yang dilakukan oleh orang-orang tertentu saja dan efeknya pun bersifat
subjektif. Bahasa kasarnya, mendaki gunung adalah kegiatan bagi orang-orang
yang “ kurang kerjaan “. Begitu skeptisnya pandangan banyak orang sehingga
pendakian gunung sering dipandang kegiatan bagi sebuah komunitas saja. Banyak
yang bertanya “apa sih manfaatnya? Atau banyak yang bilang “ ah..Mereka Cuma
cari sensasi “. Selain faktor keselamatan dimana pendakian gunung adalah sebuah
kegiatan yang beresiko keselamatan jiwa sehingga banyak orang tua yang “belum
mendukung” kegiatan putera-puterinya.
Tapi kegiatan pendakian gunung sejatinya
adalah kegiatan yang sangat positif. Tentunya jika dilakukan dengan benar dan
tepat. Berikut kita akan membahas pembentukan karakter melalui pendakian gunung
yang mungkin pernah kita rasakan akan tetapi belum diresapi.
Salah satu efek dari orang mendaki gunung
adalah menyehatkan. Sehat Fisik, Sehat mental ,sehat spiritual, dan membentuk nasionaslime yang sehat pula. Soe Hok Gie
salah satu aktivis remaja Indonesia yang banyak menghabiskan waktunya diatas
gunung mengakui bahwa pemuda yang sehat
akan dapat berguna bagi bangsanya karena didalam tubuhnya terpancang
nasionalisme yang sehat. Proses penyehatan ini tidak dapat dilakukan dengan
hanya dengan slogan, hipokrasi atau dewasa ini melalui kesenangan-kesenangan
semu.
Pernah nggak sahabat sekalian jika mendaki gunung
merasakan setiap sifat asli kita muncul ke permukaan tanpa disadari. Di tengah
beratnya beban yang di panggul, di tengah lelahnya tubuh, maka akan muncul
sikap Egois, putus asa, apatis, mau menang
sendiri,manja,mengeluh,menyesal..semuanya jadi satu. Disinilah letak
pembentukan karakter tersebut. Setelah menyadari karakter itu muncul ke
permukaan maka yang kita lakukan adalah mengendalikannya. Ya , mau tak mau di
atas gunung kita harus mengendalikannya. Contohnya jika kita memiliki sikap
apatis atau egois. Kita sadar dalam perjalanan di atas gunung yang terpenting
adalah kerjasama tim. Mungkin sekilo , dua kilo meter semuanya masih bisa jalan
bersama, akan tetapi untuk kilo kilo berikutnya maka banyak team yang sudah
terpencar. Ada yang anggota tim yang lemah dan ada yang kuat. Sering terjadi
bencana kecelakaan dan tersesat adalah disaat tim terpisah-pisah dan terpencar.
Nah disini “keapatisan” kita di uji. Jika kita berada di posisi yang kuat maka
kita akan terganggu dengan gerak rekan kita yang lemah, kita akan merasa gerak rekan
kita itu hanya mengahambat, merepotkan, maka kita akan mengambil sikap untuk
meninggalkannya. Atau jika kita kita berada diposisi yang lemah, maka kita akan
manja, menonjolakan kelemahan kita, dan tidak mau mengimbangi gerak tim.
Disinilah semua di uji. Jika sikap sikap itu tidak dikendalikan, maka bisa
membahayakan jiwa masing masing. Salah satu contoh lagi, jika kita di tugaskan menjadi
sweeper..eh sudah mau sampai puncak ada anggota tim yang ngedrop dan harus di
bawa turun.,maka kita akan bertengkar dengan diri kita sendiri melawan ego
untuk merelakan puncak demi tim.
Selain itu kemampuan manajerial baik fisik,
logistik, waktu dan bahkan stress di uji ketika naik gunung. Semakin banyak
pengalaman kita di gunung maka tingkat manajerial itu akan sangat terasah dan
bisa kita bawa ke kehidupan kita sehari hari.
Nah, naik gunung ternyata bukan kegiatan
mubadzir, bukan kegiatan yang kurang kerjaan.tapi sebaliknya kegiatan pendakian
gunung adalah kegiatan yang sangat tepat untuk menemukan dan mengenali diri
kita sendiri serta orang lain yang tentu tidak akan kita dapat pada kegiatan
yang lain. Tentu jika kita melaksanakannya dengan baik dan benar.
Bagaimana menurut pendapat sahabat sekalian..?? ( Mahepala )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar